Selasa, 06 Januari 2015

Contoh Makalah Kapita Selekta Politik - Pemikiran HTI Sebagai Gerakan Islam




sebenarnya ai bikin makalah ini, saat dapet tugas mid semester dari dosen ai.. semoga bermanfaat..

:)




TUGAS MAKALAH MID SEMESTER
KAPITA SELEKTA POLITIK
PEMIKIRAN HIZBUT TAHRIR SEBAGAI GERAKAN ISLAM
Dosen Pengampu
Nasiwan M.Si



Disusun oleh:
Erni Kuswulandari Suwarno
12401241003
PKnH “A” 2012

FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Merdeka!
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur saya panjatkan atas karunia Allah SWT sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mid semester mata kuliah Kapita Selekta Politik yang diampu oleh Bapak Nasiwan berupa makalah dengan judul Pemikiran Hizbut Tahrir sebagai Gerakan Islam.
Dengan terselesainya makalah ini penulis mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini.
Ibarat “tak ada gading yang tak retak” , penulis menyadari ada banyak sekali kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Maka dari itu, kritik serta saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.



Yogyakarta, Desember 2014

Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
            Latar Belakang……………………………………………………………………….........4
            Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4
            Tujuan……………………………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
            Sejarah Berdirinya Hizbut Tahrir………...………………………………………………..5
            Pemikiran-Pemikian Hizbut Tahrir……………………………………….…………….....6
            Perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia………………………….…………………...16
BAB III PENUTUP
            Kesimpulan……………………………………………………………………………19
            Kritik dan  Saran………………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………20








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ada begitu banyak gerakan-garakan keagamaan di dunia terutama gerakan Islam. Dalam ruang lingkup gerakan Islam pun beragam jumlahnya. Ada yang bersifat moderat hingga ada pula yang bersifat radikal. Ada gerakan keagamaan Islam yang ruang lingkupnya dari lokal, nasional bahkan internasional.
Di dalam ranah nasional Indonesia, ada banyak gerakan keagamaan yang berkembang. Untuk itu sangat penting untuk mempelajari gerakan keagamaan di Indonesia. Salah satu gerakan keagamaan yang cukup berkembang pesat di Indonesia salah satunya adalah Hizbut Tahrir. Dari kalangan masyarakat biasa, pemerintahan bahkan di kalangan mahasiswa pun gerakan Hizbut Tahrir dengan baik tumbuh dengan pesatnya dengan menghasilkan massa yang banyak.
Hizbut Tahrir didirikan sebagai organisasi Islam yang bertujuan mengembalikan kaum muslim untuk kembali taat ke hukum Islam, memperbaiki sistem perundangan dan hukum negara yang dinilai kufur agar sesuai tuntunan syariat, serta membebaskan dari gaya hidup dan pengaruh negara barat. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk membangun kembali pemerintahan Khilafah Islamiyah di dunia, sehingga hukum Islam dapat diberlakukan kembali.
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik trans-nasional (lintas negara). Oleh karenanya hizbut tahrir bergerak dan beraktivitas di lebih dari 40 negara di 5 benua termasuk Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya Hizbut Tahrir?
2.      Bagaimana pemikiran-pemikiran dari Hizbut Tahrir?
3.      Bagaimana perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui sejarah berdirinya Hizbut Tahrir.
2.      Memahami pemikiran-pemikiran dari Hizbut Tahrir.
3.      Mengetahui perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah berdirinya Hizbut Tahrir
Strategi utama gerakan Islam transnasional dalam usaha membuat umat Islam menjadi radikal dank eras adalah dengan membentuk dan mendukung kelompok-kelompok local sebagai kaki tangan “penyebar” ideology Wahabi/Salafi mereka, serta berusaha meminggirkan dan memusnahkan bentuk-bentuk pengalaman Isslam yang lebih toleran yang telah lebih lama ada dan dominan di berbagai belahan dunia muslim (Abdurrahman Wahid, 2009: 41).
(Rosi Selli, 2008: 31) Menurut John L. Esposito pada pertengahan abad ke-20, sejarah Islam didominasi oleh dua tema yakni imperialism Eropa dan perjuangan untuk mencari kemerdekaan dari penjajah. Merdekanya negeri-negeri muslim dari dunia Barat pada akhirnya melahirkan kecenderungan-kecenderungan ideologis yang dapat digolongkan ke dalam empat jenis. Pertama, tradisional Islami, kedua sekuler nasionalis, ketiga reformis radikal Islami serta keempat yakni komunis. Kecenderungan ideologis tersebut kemudian melahirkan gerakan-gerakan sosial-politik Islam lahir di awal abad ke-20 adalah Ikhwanul Muslimin pada 1928 yang dipelopori Sayyid Hasan al-Bana di Mesir dengan motif yaitu menentang segala bentuk penjajahan dan mengembalikan kehidupan bangsa Arab ke jalan yang Islami.
Hizbut Tahrir (HT) didirikan di Jerusalem Timur pada tahun 1953 oleh Taqiyuddin An-Nabhani (1909-1977), seorang pakar hukum Islam dan aktivis politik. Ia belajar hukum Islam di Universitas Al-Azhar di Kairo, dan setelah itu bekerja sebagai guru di Madrasah, kepala juru tulis, lalu hakim di pengadilan agama di Palestina. Beberapa penulis mengatakan ia adalah simpatisan, jika bukan anggota, dari Ikhwanul Muslimin (IM), gerakan Islamis di Mesir yang didirikan tahun 1928. Kemungkinan besar ia berinteraksi dengan pemikiran IM ketika menempuh pendidikan di Mesir, sebab pengaruh IM dapat dilihat dalam pemikiran agama dan politiknya, khususnya tentang ide kesempurnaan Islam serta Islam sebagai solusi dalam menghadapi berbagai aspek, apakah itu politik, sosial, sosial, atau budaya. Di samping itu, An-Nabhani juga terpengaruh oleh partai Bath sekuler yang mengusung nasionalisme dan PanArabisme, namun mendasarkan pandangan politiknya kepada Islam sebagai prinsip utama. Ia menyebut Hizbut Tahrir sebagai ‘partai politik Islam’ ketimbang organisasi Islam. Hal ini diinspirasi oleh trend partai politik Arab yang muncul tahun 1930-an. Dalam kaitan ini, Suha Taji-Farouki menganggap An-Nabhani sebagai “seorang intelektual Arab yang pertama kali mengangkat gagasan mengenai partai politik modern dengan menggunakan konstruk wacana Islam”. Pembentukan HT nampaknya sebagai respon An-Nabhani terhadap kolonialisme Barat yang mengakibatkan jatuhnya kekhilafaan Islam, pendudukan Palestina, serta terpecahnya negara-negara Muslim Arab ke dalam sejumlah negara bangsa. Oleh karena itu, perhatian utamanya adalah menyatukan negara Muslim Arab di bawah satu pemerintahan Khilafah (Syamsul Rijal, 2010: 220).
Setelah berkembang enam tahun di Jerussalem, Hizbut Tahrir kemudian mengembangkan sayapnya ke wilayah lain dan dimulai mendirikan cabang di Libanon pada tanggal 19 Oktober 1959. Syekh Taqiyyuddin terus memegang kepemimpinan Dewan Pimpinan Hizbut Tahrir sampai wafat. Kemudian kepemimpinan Hizbut Tahrir dipegang oleh Syekh Abdul Qadithn Zullum. Pada tahun 2003, Syekh Abdul Qadim Zallum meninggal dunia dan digantikan oleh Syekh A. Abu Rostah. Pergantian kepemimpian dalam tubuh organisasi Hizbut Tahrir tidak membuat landasan serta konsepsi politik mereka berubah. Hizbut Tahrir tetap menyerukan bahwa mereka didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT, yaitu: “(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu, memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (terjemahan Q.S. Ali Imran:104)
Berdasarkan pedoman dalam kutipan ayat al-Quran tersebut Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemelut multidimensional yang melandanya. Dengan itu mereka ingin membebaskan umat dari ide-ide, sistem-sistem perundangan, dan hukum-hukum yang mereka anggap kufur, serta membebaskan masyarakat dari dominasi dan pengaruh negara-negara Barat yang disebutnya negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali (Rosi Selli, 2008:36) .
Hizbut Tahrir berusaha untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam di kawasan negeri-negeri Arab. Dari sanalah tujuan untuk melangsungkan kehidupan Islam di seluruh dunia Islam —secara alami— akan tercapai, yaitu dengan jalan mendirikan Daulah Islamiyah di satu atau beberapa wilayah sebagai titik sentral Islam dan sebagai benih berdirinya Daulah Islamiyah yang besar yang akan mengembalikan kehidupan Islam, dengan menerapkan Islam secara sempurna di seluruh negeri-negeri Islam, serta
mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia (Taqiyuddin An-Nabhani, 2011, 21) .

B.     Pemikiran Hizbut Tahrir
Berbeda dengan kelompok Islam lainnya, HT mengumumkan dirinya sebagai kelompok politik, bukan kelompok sosial, intelektual maupun spritual. Namun demikian, kelompok ini tidak terlibat dalam pemilihan umum, sebab ia secara explisit menolak demokrasi. HT melihat demokrasi sebagai sistem kufur, yang bertentangan secara diametric dengan Islam. Bagi HT, Islam hanya mengenal Tuhan sebagai pembuat hukum, bukan manusia yang memiliki keterbatasan. Karena itu HT menganggap haram bagi umat Islam untuk mengadopsi demokrasi dan menyebarkannya. Sembari melawan ide pemisahan agama dan negara, HT memaknai politik sebagai segala upaya untuk perduli dan menjaga urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum dan solusi Islam. Bagi HT, ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami, di Darul Islam serta di dalam masyarakat Islam dimana seluruh aktivitas kehidupan diatur sesuai dengan hukum-hukum syara, pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatian adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Jadi, restorasi khilafah menurut HT adalah suatu keharusan untuk meraih kembali kejayaan Islam (Syamsul Rijal, 2010: 221).
Hizbut Tahrir berpendapat, dakwah Islam harus dibangun atas dasar pembentukan pemikiran dan wajib dikembangkan sebagai sebuah qiyadah fikriyah. Pemikiran cemerlanglah (al-fikru al- mustanir) yang amat dibutuhkan dalam hidup ini. Dan manusia akan bangkit di atas landasan tersebut, yaitu berupa suatu pemikiran yang mampu memperlihatkan hakikat segala sesuatu sehingga dapat dipahami dengan benar. Suatu pemikiran agar bisa menjadi pemikiran cemerlang (al-mustanir) harus berupa pemikiran yang mendalam (al-‘amiq) (Taqiyuddin An-Nabhani, 2011, 23).
Setelah melakukan kajian secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan thariqah. Semua idea, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan Hizbut Tahrir hanya berasal dari Islam. Tidak ada satupun yang bukan dari Islam. Bahkan tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam. Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hakum tersebut sesuai dengan perkara-perkara yang diperlukan dalam perjuangannya yaitu untuk melaksanakan kembali kehidupan Islam serta mengembang dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia yaitu dengan mendirikan Daulah Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah.

Konsep Khilafah sebagai Pemikiran Hizbut Tahrir
Struktur Daulah Khilafah
(Hizbut Tahrir, 2008: 14) Sistem Pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem Khilafah. Di dalam sistem Khilafah ini Khalifah diangkat melalui baiat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya untuk memerintah sesuai dengan wahyu yang Allah turunkan. Dalil-dalil yang menunjukkan kenyataan ini sangat banyak, diambil dari al-Kitab, as-Sunnah, dan Ijmak Sahabat. Seruan Allah SWT kepada Rasul SAW . Untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan juga merupakan seruan bagi umat Beliau. Mafhum-nya adalah hendaknya kaum Muslim mewujudkan seorang hakim (penguasa) setelah Rasulullah SAW. Untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan. Perintah dalam seruan ini bersifat tegas karena yang menjadi obyek seruan adalah wajib. Sebagaimana dalam ketentuan ushul, ini merupakan indikasi yang menunjukkan makna yang tegas. Hakim (penguasa) yang memutuskan perkara di tengah-tengah kaum Muslim setelah wafatnya Rasulullah saw. Adalah Khalifah, sedangkan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah. Apalagi penegakan hukum-hukum hudûd dan seluruh ketentuan hukum syariah adalah wajib. Kewajiban ini tidak akan terlaksana tanpa adanya penguasa/hakim, sedangkan kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka keberadaan sesuatu itu hukumnya menjadi wajib. Artinya, mewujudkan penguasa yang menegakkan syariah hukumnya adalah wajib. Dalam hal ini, penguasa yang dimaksud adalah Khalifah dan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah (Hizbut Tahrir, 2008: 15).
Sistem Pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia; baik dari segi asas yang mendasarinya; dari segi pemikiran, pemahaman, maqayis (standar), dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan; dari segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan; ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan
Daulah Islam sekaligus yang membedakannya dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini. Hal ini karena Sistem Pemerintahan Islam bukan sistem kerajaan, Sistem Pemerintahan Islam juga bukan sistem imperium (kekaisaran), Sistem Pemerintahan Islam bukan sistem federasi, Sistem Pemerintahan Islam bukan sistem epublic, Pemerintahan dalam Islam juga tidak dengan model kabinet yang mana setiap departemen memiliki kekuasaan, wewenang, dan anggaran yang terpisah satu sama lain. Serta Sistem pemerintahan Islam bukan sistem demokrasi menurut pengertian hakiki demokrasi, baik dari segi bahwa kekuasaan membuat hukum—menetapkan halal dan haram,terpuji dan tercela—ada di tangan rakyat, maupun dari segi tidak adanya keterikatan dengan hukum-hukum syariah dengan dalih kebebasan (Hizbut Tahrir, 2011: 20-25).
(Hizbut Tahrir, 2011: 29) Sesungguhnya struktur negara Khilafah berbeda dengan struktur semua sistem yang dikenal di dunia saat ini, meski ada kemiripan dalam sebagian penampakannya. Struktur negara Khilafah diambil (ditetapkan) dari struktur negara yang ditegakkan oleh Rasulullah saw. Di Madinah setelah Beliau hijrah ke Madinah dan mendirikan Daulah Islam di sana. Struktur negara Khilafah adalah struktur yang telah dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin setelah Rasulullah saw. Wafat.
Dengan penelitian dan pendalaman terhadap nash-nash yang berkaitan dengan struktur negara itu, jelaslah bahwa struktur negara Khilafah dalam bidang pemerintahan dan administrasinya adalah sebagai berikut:
a.      Khalifah
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukumhukum syariah. Hal itu karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan sebagai milik umat. Untuk itu diangkatlah seseorang yang melaksanakan pemerintahan sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan seluruh hukum syariah.
Sesungguhnya Khalifah itu diangkat oleh kaum Muslim. Karena itu, realitasnya Khalifah adalah wakil umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukumhukum syariah. Jadi, seseorang itu tidak menjadi khalifah kecuali jika umat membaiatnya. Baiat umat kepada Khalifah untuk menduduki jabatan Khilafah telah menjadikannya sebagai pihak yang mewakili umat. Penyerahan jabatan Kekhilafahan kepada Khalifah dengan baiat itu telah memberinya kekuasaan dan menjadikan umat wajib menaatinya (Hizbut Tahrir, 2008: 31).
Syarat-syarat Khilafah
Dalam diri Khalifah wajib terpenuhi tujuh syarat sehingga ia layak menduduki jabatan Khilafah dan sah akad baiat kepadanya dalam Kekhilafahan. Tujuh syarat tersebut merupakan syarat in‘iqad (syarat legal). Jika kurang satu syarat saja maka
akad kekhilafahannya tidak sah.
Pertama, Khalifah harus seorang Muslim. Sama sekali tidak sah Khilafah diserahkan kepada orang kafir dan tidak wajib pula menaatinya. Kedua, Khalifah harus seorang laki-laki. Khalifah tidak boleh seorang perempuan, artinya ia harus laki-laki. Tidak sah Khalifah seorang perempuan. Ketiga, Khalifah harus balig. Khalifah tidak boleh orang yang belum balig. Keempat, Khalifah harus orang yang berakal. Orang gila tidak sah menjadi khalifah. Kelima, Khalifah harus seorang yang adil. Orang fasik tidak sah diangkat sebagai khalifah. Keenam, Khalifah harus orang merdeka. Sebab, seorang hamba sahaya adalah milik tuannya sehingga ia tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri. Tentu saja ia lebih tidak memiliki kewenangan untuk mengatur urusan orang lain, apalagi kewenangan untuk mengatur urusan manusia. Ketujuh: Khalifah harus orang yang mampu. Khalifah haruslah orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah Kekhilafahan. Sebab, kemampuan ini merupakan keharusan yang dituntut dalam baiat. Orang yang lemah tidak akan mampu menjalankan urusan-urusan rakyat sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah, yang berdasarkan keduanyalah ia dibaiat (Hizbut Tahrir, 2008: 35-40).
Amir Sementara
(Hizbut Tahrir, 2008: 49) Khalifah, ketika merasa ajalnya sudah dekat menjelang
kekosongan jabatan kekhilafahan, memiliki hak untuk menunjuk amir sementara untuk menangani urusan masyarakat selama masa proses pengangkatan khalifah yang baru. Amir sementara itu memulai tugasnya langsung setelah wafatnya Khalifah. Tugas pokoknya adalah melangsungkan pemilihan khalifah yang baru
dalam jangka waktu tiga hari.
Amir sementara ini tidak boleh mengadopsi (melegislasi) suatu hukum. Sebab, pengadopsian hukum itu adalah bagian dari wewenang Khalifah yang dibaiat oleh umat. Demikian juga, amir sementara itu tidak boleh mencalonkan diri untuk menduduki jabatan kekhilafahan atau mendukung salah seorang calon yang ada. Sebab, Umar bin al-Khaththab telah menunjuk amir sementara itu dari selain orang yang dicalonkan untuk menduduki jabatan Kekhilafahan. Jabatan amir sementara itu berakhir dengan diangkatnya khalifah yang baru. Sebab, tugasnya memang hanya sementara waktu untuk kepentingan pengangkatan khalifah yang baru itu.

b.      Para Mu’awin at-Tafwidh (Wuzara’ at-Tafwidh)
(Hizbut Tahrih, 2008: 90) Mu‘awin adalah pembantu yang telah diangkat oleh Khalifah untuk membantunya dalam mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan. Karena banyaknya tugas-tugas kekhilafahan, khususnya ketika wilayah negara Khilafah menjadi semakin besar dan bertambah luas, Khalifah akan berat untuk mengembannya seorang diri. Karena itu, ia membutuhkan orang yang dapat membantunya dalam mengemban tanggung jawab kekhilafahan dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan itu. Penyebutan para Mu‘awin dengan sebutan Wuzara’ tanpa disertai pembatasan adalah tidak boleh agar pengertian Wazir (Mu‘awin) dalam Islam tidak rancu dengan pengertiannya dalam berbagai sistem pemerintahan kontemporer yang berdiri di atas asas demokrasi kapitalis-sekularis atau sistem-sistem lain yang dapat kita saksikan saat ini.
Wazir at-Tafwidh atau Mu‘awin at-Tafwidh adalah Wazir yang ditunjuk Khalifah untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Dalam hal ini, Khalifah mendelegasikan kepadanya pengaturan berbagai urusan menurut pendapatnya dan melaksanakannya berdasarkan ijtihadnya sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Dengan demikian, Khalifah telah memberinya wewenang secara umum dan posisi untuk mewakili Khalifah.
Syarat-syarat Mu‘awin at-Tafwidh
Syarat-syarat untuk menjadi Mu‘awin at-Tafwidh adalah sama dengan syarat-syarat untuk menjadi khalifah. Artinya, ia harus seorang laki-laki, merdeka, balig, berakal, mampu dan termasuk di antara orang yang memiliki kemampuan dalam
semua tugas yang diwakilkan kepadanya.

c.       Wuzara’ at-Tanfidz
Wazir at-Tanfidz adalah wazir yang ditunjuk oleh Khalifah sebagai pembantunya dalam implementasi kebijakan, dalam menyertai Khalifah, dan dalam menunaikan kebijakan Khalifah. Wazir at-Tanfidz merupakan penghubung Khalifah dengan struktur dan aparatur negara, rakyat, dan pihak luar negeri. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan Khalifah kepada mereka dan menyampaikan informasi dari mereka kepada Khalifah. Sebab, Wazir at-Tanfidz ditunjuk sebagai pembantu Khalifah dalam pelaksanaan berbagai urusan, bukan sebagai penanggung jawab dan bukan pula sebagai orang yang diserahi wewenang atas berbagai urusan tersebut. Tugasnya adalah tugas administrasi, bukan tugas pemerintahan. Departemennya merupakan lembaga pelaksana yang melaksanakan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Khalifah kepada instansi-instansi dalam negeri dan luar negeri, di samping menyampaikan informasi-informasi dari berbagai instansi itu. Dia merupakan penghubung Khalifah dengan struktur negara dan aparat yang lain; menyampaikan kebijakan dari Khalifah kepada bawahannya dan menyampaikan informasi dari bawahan Khalifah kepada Khalifah.

d.      Para Wali
(Hizbut Tahrir, 2008: 119) Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat pemerintah) untuk suatu wilayah (propinsi) serta menjadi amir (pemimpin) wilayah itu. Negeri yang diperintah oleh Negara (Khilafah) dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilâyah. Setiap wilayah dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut ‘imâlah. Setiap orang yang memimpin wilayah disebut walî atau amîr dan orang yang memimpin ‘imalah disebut ‘amil atau hakim. Setiap ‘imalah dibagi dalam beberapa bagian administratif. Setiap bagian itu disebut qashabah (kota). Setiap qashabah dibagi dalam beberapa bagian administratif yang lebih kecil; masingmasing bagian itu disebut dengan hayyu (kampung/desa). Orang yang mengurusi qashabah atau hayyu masing-masing disebut mudîr dan tugasnya adalah tugas administrasi.
Para wali adalah para penguasa (hukam) karena wewenangnya dalam hal ini adalah wewenang pemerintahan. Di dalam Qamûs al-Muhith dinyatakan: Wa Waliya asy-syay’a wa waliya ‘alayhi wilayah wa walayah adalah mashdar (gerund). Wilayah adalah al-khuththah (jalan), al-imarah (kepemimpinan), dan assulthan (kekuasaan). Karena para wali adalah penguasa, maka mereka harus memenuhi syarat-syarat sebagai penguasa, yaitu: harus seorang laki-laki, merdeka, Muslim, balig, berakal, adil, dan termasuk orang yang memiliki kemampuan. Jabatan wali memerlukan adanya pengangkatan dari Khalifah atau orang yang mewakili Khalifah dalam melaksanakan pengangkatan itu. Wali tidak
diangkat kecuali oleh Khalifah. Dasar adanya jabatan imarah atau wilâyah, yakni para wali atau amir, adalah aktivitas Rasulullah saw., karena Beliau telah mengangkat para wali untuk berbagai negeri. Beliau menetapkan bagi mereka hak
memutuskan persengketaan. Beliau telah mengangkat Muadz bin Jabal menjadi wali di wilayah Janad, Ziyad bin Walid di wilayah Hadhramaut, dan Abu Musa al-‘Asy‘ari di wilayah Zabid dan ‘Adn.

e.       Amir al-Jihad
(Hizbut Tahrir, 2008: 129) Jihad adalah perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Perang itu sendiri memerlukan adanya pasukan dan apa saja yang menjadi keharusannya, baik berupa persiapan maupun pembentukan formasi kepemimpinannya serta formasi batalion tempur, para komandan, dan tentaranya. Perang juga memerlukan latihan, pembekalan, dan logistik. Pasukan harus memiliki persenjataan. Persenjataan mengharuskan adanya industri. Karena itu, industri termasuk hal yang dibutuhkan oleh militer maupun jihad. Hal inilah yang mengharuskan agar seluruh industri yang ada di seluruh wilayah negara dibangun
berdasarkan asas industri perang/militer. Demikian juga, stabilitas kondisi dalam negeri akan menopang kemampuan dan kekuatan pasukan di dalam peperangan. Jika kondisi dalam negeri tidak aman dan tidak stabil, hal itu akan menyibukkan pasukan militer untuk menstabilkan kondisi dalam negeri terlebih dulu sebelum berangkat berjihad. Seandainya pasukan militer telah berangkat berjihad, sementara keamanan di dalam negeri terganggu setelah pasukan keluar berangkat berjihad, hal itu akan melemahkan kemampuan pasukan militer dalam melanjutkan peperangan.

f.       Keamanan Dalam Negeri
(Hizbut Tahrir, 2008: 132) Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas, “Sesungguhnya Qais bin Saad di hadapan Rasulullah saw. adalah berposisi sebagai amir kepolisian.” Qais di sini adalah Qais bin Saad bin Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam at-Tirmidzi juga telah menuturkan riwayat: Qais bin Saad telah diangkat oleh Nabi saw. dalam posisi sebagai amir kepolisian. Al-Anshari berkata, “Yakni orang yang mengurusi urusan-urusan kepolisian.” Ibn Hibban menerjemahkan hadis tersebut, ia berkata, “Yakni menjaga Nabi saw. dari perbuatan kaum musyrik di Majelis Beliau jika kaum musyrik itu menemui Beliau.”
(Hizbut Tahrir, 2008: 153) Departemen Keamanan Dalam Negeri merupakan departemen yang mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya. Perintah departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan pasukan, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada Khalifah. Khalifah berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan Khalifah. Khalifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri itu dan memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.

g.      Urusan Luar Negeri
Negeri yang berkaitan dengan hubungan negara Khilafah dengan negara-negara asing, apapun jenis perkara dan bentuk hubungan luar negeri itu; baik perkara yang berkaitan dengan aspek politik dan turunannya—seperti perjanjian, kesepakatan damai, gencatan senjata, pelaksanaan berbagai perundingan, tukar menukar duta, pengiriman berbagai utusan dan delegasi, serta pendirian berbagai kedutaan dan konsulat—ataupun perkara yang berkaitan dengan aspek ekonomi, pertanian, perdagangan, pos, telekomunikasi, komunikasi nirkabel dan satelit, dan lain sebagainya. Semua perkara tersebut diurusi oleh Departemen Luar Negeri karena semua itu menjadi kepentingan hubungan negara Khilafah dengan negara-negara lain (Hizbut Tahrir, 2008: 170).
h.      Industri
(Hizbut Tahrir, 2008: 133) Rasulullah saw. sesungguhnya pernah memerintahkan pendirian industri manjaniq (senjata pelontar) dan dababah (semacam tank dari kayu). Al-Baihaqi telah menyebutkan riwayat dalam Sunan al-Bayhaqi dari Abu Ubaidah ra. yang berkata, Kemudian Rasulullah saw. mengepung penduduk Thaif dan menggempurnya dengan manjaniq selama lima belas hari ....”
Perindustrian militer merupakan wewenang dan tanggung jawab Khalifah. Khalifah boleh meminta orang yang ia kehendaki untuk membangun dan mengatur industri militer itu. Industri militer tersebut tidak memerlukan adanya seorang amir. Akan tetapi, yang diperlukan adalah mudir (direktur, yakni orang yang mengelolanya).
Mengurusi semua masalah yang berhubungan dengan perindustrian, baik yang berhubungan dengan industri berat seperti industri mesin dan peralatan, pembuatan dan perakitan alat transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb), industri bahan mentah dan industri elektronik, maupun yang berhubungan dengan industri ringan; baik industri itu berupa pabrik-pabrik yang menjadi milik umum maupun pabrik-pabrik yang menjadi milik pribadi, yang memiliki hubungan dengan industri-industri militer (peperangan). Industri dengan berbagai jenisnya itu semuanya harus dibangun dengan berpijak pada politik perang. Sebab, jihad dan perang memerlukan pasukan, sementara pasukan, agar mampu berperang, harus memiliki persenjataan. Agar persenjataan itu terpenuhi bagi pasukan secara memadai hingga pada tingkat yang optimal tentu harus ada industri persenjataan di dalam negeri, khususnya industri perang, karena hubungannya yang begitu kuat dengan jihad (Hizbut Tahrir, 2008: 172). Agar Daulah memiliki kontrol atas semua masalah perang dan militer serta jauh dari pengaruh negara lain dalam masalah tersebut, Daulah harus mendirikan industri persenjataannya sendiri dan mampu mengembangkan persenjataan sendiri. Dengan begitu, Daulah akan tetap memiliki kendali atas dirinya sendiri untuk mengukuhkan kekuatannya. Daulah juga harus sanggup memiliki dan menguasai persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun, bagaimanapun bentuk dan tingginya kecanggihan dan perkembangan persenjataan itu. Dengan begitu, semua bentuk dan tingkat kecanggihan persenjataan yang dibutuhkan Daulah dapat dikuasai hingga akhirnya bisa menggentarkan musuh-musuh Daulah, baik musuh yang nyata maupun musuh laten.

i.        Peradilan
(Hizbut Tahrir, 2008: 177) Menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan di antara anggota masyarakat, mencegah hal-hal yang dapat membahayakan hak-hak jamaah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dan seseorang yang duduk dalam struktur pemerintahan; baik ia seorang penguasa atau pegawai negeri, Khalifah ataupun selain Khalifah.

j.        Mashalih an-Nas (Kemaslahatan Umum)
Kepentingan masyarakat ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat tersebut. Untuk setiap departemen diangkat seorang direktur jenderal. Untuk setiap jawatan diangkat seorang direktur yang mengurusi manajemennya dan ia bertanggung jawab secara langsung terhadap jawatan tersebut. Para direktur itu bertanggung jawab kepada orang yang memimpin departemen, jawatan, atau unit mereka yang lebih tinggi dari sisi pertanggungjawaban pelaksanaan tugas-tugas mereka. Mereka juga bertanggung jawab kepada wali dan amil dari sisi pertanggungjawaban terhadap keterikatan mereka dengan hukum-hukum syariah dan peraturanperaturan secara umum (Hizbut Tahrir, 2008: 212). Rasulullah saw. secara langsung mengatur departemendepartemen. Beliau juga menunjuk para penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Rasulullah saw. secara langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Beliau juga secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.

k.      Baitul Mal
Baitul Mal digunakan untuk menyebut tempat penyimpanan berbagai pemasukan negara dan sekaligus menjadi tempat pengeluarannya. Baitul Mal juga digunakan untuk menyebut lembaga yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum Muslim. Baitul Mal merupakan institusi tersendiri yang mandiri dari institusi negara yang lain. Baitul Mal berada di bawah Khalifah sebagaimana institusi negara yang lain (Hizbut Tahrir, 2008: 225). Pada masa Khulafaur Rasyidin, tempat penyimpanan harta itu akhirnya disebut dengan Baitul Mal. Orang yang memiliki wewenang untuk mengelola pemasukan dan pembelanjaan Baitul Mal adalah Khalifah.

l.        Lembaga Informasi (Penerangan)
(Hizbut Tahrir, 2008: 240) Mengurusi kepentingan masyarakat. Akan tetapi, posisinya berhubungan langsung dengan Khalifah sebagai instansi yang mandiri. Keadaannya sama seperti keadaaan instansi-instansi yang lain di dalam negara Khilafah. Adanya strategi informasi yang spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas akan mampu menggerakkan akal manusia agar mangarahkan pandangannya pada Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Hal itu juga akan memudahkan upaya menggabungkan negeri-negeri Islam menjadi bagian integral dari Daulah Khilafah. Apalagi banyak perkara informasi yang memiliki kaitan sangat kuat dengan negara yang menjadikan informasi itu tidak boleh disebarkan tanpa perintah Khalifah. Hal itu tampak jelas dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan urusan-urusan militer dan yang terkait dengan militer seperti pergerakan pasukan, beritakemenangan dan kekalahan dalam perang, dan industri-industri militer. Informasi-informasi jenis demikian wajib dihubungkan dengan Khalifah secara langsung untuk menetapkan informasi apa yang wajib ditutupi dan informasi apa yang wajib disebarkan dan diumumkan.
Strategi Pengaturan Informasi oleh Negara
Negara akan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; juga dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah SWT, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut. Di dalam masyarakat islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak; juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, akan memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah, Tuhan semesta alam (Hizbut Tahrir, 2008: 246).
m.    Majelis umat (Syura dan Muhasabah)
(Hizbut Tahrir, 2008: 247) Sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/ nasihat mereka dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintahan (al-Hukkam). Keberadaan majelis ini diambil dari aktivitas Rasul saw. yang sering meminta pendapat/ bermusyawarah dengan beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Anshar yang mewakili kaum mereka. Hal ini juga diambil dari perlakuan khusus Rasulullah saw. terhadap orang-orang tertentu di antara para Sahabat Beliau untuk meminta masukan dari mereka. Beliau lebih sering merujuk kepada mereka yang diperlakukan khusus itu dalam mengambil pendapat (dibandingkan dengan merujuk kepada Sahabat-sahabat lainnya).

C.    Perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia
Gerakan yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia, adalah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir sebetulnya adalah nama gerakan atau harakah Islamiyyah di Palestina dan bukan sebuah aliran, atau lembaga strudi ilmiyah, atau lembaga sosial. Mereka hanyalah organisasi politik yang berideologi Islam dan berjuang untuk membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan, membebaskan umat dari ide-ide dan undang-undang kufur, membebaskan mereka dari cengkeraman-cengkeraman dominasi negara-negara kafir dan mendirikan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum Allah dalam realita kehidupan (Nur Hidayat Muhammad, 2012).
(Syamsul Rijal, 2010: 221) HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) adalah gerakan Islam radikal berbasis transnasional dengan orientasi politik yang unik. Pola eksperimentasi pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia dalam konteks politik di Tanah Air, menyisakan persoalan bagi konsep "Negara Kebangsaan" dalam bingkai "Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)". Pergulatan hegemoni tidak dapat dihindari ketika dalam pandangan politik Hizbut Tahrir terdapat upaya untuk mengganti sistem yang sedang berlaku tersebut. Pola pergerakan Islam-politik ini pada gilirannya memunculkan respon tersendiri bagi kalangan aktifis pergerakan di Indonesia, dalam menyikapi pergeseran wacana Islamisme dari teologis-religius menuju praksis ideologis-politis. Pergulatan pemikiran dalam penelitian ini merangsang interpretasi lebih jauh terhadap perjuangan penerapan syariat Islam di Indonesia, yang bagi Hizbut Tahrir harus dimulai dari penegakan kembali sistem khilafat Islam, sebagai sebuah doktrin perjuangan yang telah mereka gariskan (Hendra Kurniawan, Tesis http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74013).
Di sinyalir ide-ide Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia sejak 1972 dan berkembang secara lamban dari halaqah-halaqah. Dan menjadi intensif ketika Abdurahman Albagdadi, seorang aktivis Hizbut Tahrir dari Australia menetap di Bogor pada sekitar 1982-1983. Tujuan al baghdadi awalnya semata untuk membantu mengajar di pesantren Al Ghazali Bogor. Nah, saat itulah, Abdurahman Albagdadi mulai berinteraksi dengan para aktivis masjid kampus dari Mesjid Al-Ghifari, IPB Bogor. Dari sini para aktivis kampus inilah yang mulai menyebarkan gagasan HT. Melalui jaringan LDK sampai menyebar ke kampus-kampus di luar Bogor. Hasil didikan Al baghdadi diantaranya adalah Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia. Di Indonesia Hizbut Tahrir kini berkembang cukup pesat. Bahkan Indonesia telah menjadi simpul gerakan Hizbut Tahrir di Asia Tenggara. Perlu di ketahui, metode perjuangan yang di pakai Hizbut Tahrir melalui 3 tahap kaderisasi, sosialisasi dan merebut kekuasaan. Saat ini Hizbut Tahrir Indonesia sedang berada dalam tahap konsolidasi (marhalah tafa'ul ma'a al ummah). Namun Thalabun Nusrah (mencari dukungan, pertolongan) sebagai salah satu ciri perjuangan HTI tahap kedua, sedang di praktekkan di Indonesia. Mendekati politisi, pemegang kekuasaan, militer, tokoh agama dalam rangka melancarkan coup de etat damai (revolusi damai). Di gelarnya konferensi khilafah di berbagai daerah termasuk di Jakarta sebagai aksi show of force (unjuk kekuatan) di Indonesia. Organisasi ini memproklamirkan diri sebagai partai politik yang berideologi Islam namun menolak bergabung dengan sistem yang ada. Penolakan ini merupakan bentuk baku dari HT internasional. Bagi Hizbut Tahrir ideologi yang benar adalah yang di kontruksi dari Islam. Dan bentuk negara yang senapas dengan Islam, menurut Hizbut Tahrir hanyalah Daulah Khilafah Islamiyah. Meski dalam jangka panjang HTI bercita-cita mewujudkan imperium Islam dalam kerangka Daulah Khilafah Islamiyah. Sejauh ini HTI menggunakan ideologi itu sebatas sebagai paradigma kritik. Meskipun demikian perkembangannya harus di waspadai karena HTI memiliki agresivitas dalam rekruitmen dan propaganda. Apalagi dalam sejarahnya Hizbut Tahrir juga pernah terlibat KUDETA di negara-negara timur tengah. Hizbut Tahrir pernah melakukan penyusupan ketubuh Militer Yordania pada tahun 1969 dalam upaya menggulingkan kekuasaan (kudeta) Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih menjadi organisasi terlarang di Yordania. Hal yang sama dilakukan pada tahun 1971. Penyusupan ke tubuh militer oleh Hizbut Tahrir juga dilakukan di Irak pada tahun 1972. Usaha kudeta ini mengalami kegagalan. Sejumlah upaya kudeta dan pembunuhan politik di Mesir, Jordania, Tunisia, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya pada dekade 1970-an. ditengarai melibatkan aktivis Hizbut Tahrir. Kudeta di Mesir tahun 1974 yang melibatkan Salih Sirriyah dan pembunuhan Anwar Saddat 1984, diduga melibatkan aktivis Hizbut Tahrir. Kegagalan berturut-turut dalam sejumlah perebutan kekuasaan tersebut menyebabkan perkembangan gerakan HT semakin menurun di Timur tengah. Namun, Hizbut Tahrir tampaknya bersikukuh dengan garis politiknya untuk bergerak. Metode perjuangan tidak boleh dikompromikan. Situasi Hizbut Tahrir di timur tengah yang bergerak secara underground berbeda dengan Hizbut Tahrir di Indonesia yang bergerak secara leluasa. Saat ini, sasaran 'dakwah' HTI adalah masjid-masjid di sekolah, rumah sakit, kampus, bahkan masjid jami' kabupaten. Hizbut Tahrir memang tidak merubah tatacara ibadah di masjid tersebut, tapi menginfiltrasi dengan ide-ide 'makar' terhadap NKRI (http://www.muslimedianews.com/2014/08/kuliah-on-twitter-penyebaran-hizbut.html, diunduh pada 22 Desember 2014 pukul 09.25 WIB).

































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berbeda dengan kelompok Islam lainnya, HT mengumumkan dirinya sebagai kelompok politik, bukan kelompok sosial, intelektual maupun spritual. Namun demikian, kelompok ini tidak terlibat dalam pemilihan umum, sebab ia secara explisit menolak demokrasi. HT melihat demokrasi sebagai sistem kufur, yang bertentangan secara diametric dengan Islam. Bagi HT, Islam hanya mengenal Tuhan sebagai pembuat hukum, bukan manusia yang memiliki keterbatasan. Karena itu HT menganggap haram bagi umat Islam untuk mengadopsi demokrasi dan menyebarkannya. Sembari melawan ide pemisahan agama dan negara, HT memaknai politik sebagai segala upaya untuk perduli dan menjaga urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum dan solusi Islam. Bagi HT, ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami, di Darul Islam serta di dalam masyarakat Islam dimana seluruh aktivitas kehidupan diatur sesuai dengan hukum-hukum syara, pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatian adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Jadi, restorasi khilafah menurut HT adalah suatu keharusan untuk meraih kembali kejayaan Islam

B.     Kritik dan Saran
Ibarat tak ada gading yang tak retak, tentunya makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid (Editor). 2009. Ilusi Negara Islam Eskspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: PT. Desantara Utama Media.
Hendra Kurniawan. Tesis S2. Realitas gerakan hizbut tahrir di indonesia: wacana hegemonik dan praksis ideologi (studi pemikiran islamisme timur tengah dalam peta gerakan fundamentalisme islam-politik di Indonesia). Perpustakaan Universitas Indonesia. Deskripsi Dokumen: http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74013.
Hizbut Tahrir. 2011. Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi). Jakarta Selatan: HTI Press.
Nur Hidayat Muhammad. 2012. Benteng Ahlussunnah Wal Jama’ah (Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir Dan LDII). Kediri: Nasyrul Ilmi.
Rosi Selli. 2008. Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Perspektif Pemikiran Hizbut Tahrir. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Syamsul Rijal. 2010. Radikalisme Islam Klasik dan Kontemporer: Mmbanding Khawarij dan Hizbut Tahrir. Banjarmasin: Al-fikr.
Taqiyuddin An-Nabhani. 2011. Mafahim Hizbut Tahrir. Jakarta Selatan: Hizbut Tahrir Indonesia. Cetakan ke-6. (penerjemah: Abdullah)