Tugas
resume
1. Sejarah
Perpajakan
Sejarah
pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan Negara baik di bidang kenegaraan maupun di bi bidang sosial dan
ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya
merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara
kepentingan Negara, seperti menjaga keamanan Negara terhadap serangan musuh
dari luar, membuat jalan umum, membiayai pegawai kerajaan, dan sebaliknya. Bagi
penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia wajib
melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam
satu tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk
orang-orang yang kaya, yang dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan
pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi.
Besarnya pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang
diperlukan untuk membayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan itu,
yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki status social
yang lebih tinggi dan orang kaya tadi.
Pada
tahun 509-27 SM di Roma ada beberapa pungutan yang diwajibkan kepada rakyatnya,
dengan sebutan seperti censor, questor dan jenis pungutan lainnya. Pajak
langsung (tributum) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai
tahun 167 SM. Setelah abad kedua penguasa Roma mengandalkan pajak tidak
langsung yang disebut vegtigalia, seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan
pelabuhan. Di zaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium yakni
sejenis pajak penjualan dengan tarif 1% dari omzet penjualan. Di Italia dikenal
decumae, yakni pungutan sebesar 10% dari para petani atau penguasa tanah.
Setiap penduduk di Italia, termasuk penduduk Roma sendiri dikenakan pajak
langsung (tributum) yang tetap.
Di
Mesir, pembuatan piramida pada akhirnya dilakukan dalam bentuk kerja paksa,
yang pada mulanya adalah suatu bentuk pengabdian dan sifatnya sukarela dari
rakyat Mesir.
Di
benua Amerika, setelah benua tersebut menjadi koloni Inggris, penduduk koloni
mempunyai kewajiban membayar berbagai pungutan kepada pemerintah kolonial
Inggris, yang dikemudian waktu menjadi penyebab Revolusi Amerika, yaitu setelah
diundang-undangkannya The Stamp act (1765) dan The Townshend Act (1767). The
Stamp Act merupakan undang-undang yang mewajibkan setiap penduduk koloni
tersebut untuk membayar pajak atas pembelian koran, kartu judi, dadu, dan akte
perkawinan. The Townshend Act merupakan pemungutan terhadap teh, kertas, cat,
dan kartu.
Di
beberapa Negara Eropa, timbul pajak permanen berbarengan dengan pembentukan
tentara permanen, seperti Perancis tahun 1944, dan Rusia dalam tahun 1626.
Sebaliknya di Inggris tidak tampak hubungan yang jelas antara pungutan pajak
dengan organisasi ketentaraan. Hampir dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak
mula berkembang di daratan Eropa, ini dapat dimengerti karena Negara-negara di
Eropa sudah maju baik tingkat pendidikan maupun tingkat ekonominya.
Mula-mula
pada bidang pemungutan pajak ini terdapat penyalahgunaan dan beban pajak yang
tidak dibagi secara merata. Salah satu penyalahgunaan dalam bidang ini ialah
pemberian hak istimewa berkenaan dengan pemungutan pajak atau malahan pemberian
pembebanan pajak kepada orang-orang tertentu telah berjasa kepada Negara atau
raja. Di Perancis sebelum revolusi kelas-kelas yang memiliki hak-hak istimewa,
seperti pada pemuka agama dan para penguasa dibebaskan dari pembayaran pajak
dengan alasan tersebut di atas, sedangkan rakyat jelata pada waktu itu
dikenakan berbagai macam pungutan yang sangat memberatkan. Keadaan inilah yang
merupakan salah satu sebab timbulnya semboyan semasa revolusi yang diteriakkan
oleh rakyat Perancis yang berbunyi: “bahwa pemungutan pajak harus diselenggarakan
secara umum dan merata”.
Sedangkan
kerajaan-kerajaan di Jawa sekitar abad XIX, juga melakukan hal pemungutan
seperti pada paragraf satu jelaskan yakni terkait perkembangan pemungutan pajak
yang kemudian perkembangan selanjutnya adalah tenaga dari rakyat yang ditarik
sebagai pajak oleh raja dengan istilah kerja bakti dan kadang-kadang gotong
royong.
Pajak
yang pertama kalinya di awali di Indonesia yaitu Pajak Bumi dan Bangunan atau
yang lebih kita kenal dengan sebutan PBB. Dimana pada saat itu lebih dikenal
sebagai pajak pertanahan. Pungutan ini diberlakukan kepada tanah atau lahan
yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Pemungutan Pajak atas tanah ini dimulai
sejak VOC masuk dan menduduki Hindia Belanda. Pada pada jaman dulu, Inspektur
Liefrinch dari VOC mengadakan survey atau penelitian di daerah Parahyangan.
Di
mana hasil dari penelitian tersebut membuat VOC memutuskan untuk memberlakukan
pajak pertanahan yang disebut dengan landrente. Rakyat setuju atas keputusan
Pemerintah Hindia Belanda ini. Rakyat harus membayar uang sebesar 80% dari
harga besaran tanah atau hasil lahan yang dimilikinya. Daendels, seorang
Jendral yang terkenal akan kekejamannya menyatakan bahwa tanah di Hindia
Belanda adalah milik dari Belanda. Pada masa kependudukan Inggris yang dipimpin
oleh Raffles kebijakan landrente berubah. Raffles mengenakan tarif sebesar 2,5%
untuk golongan pribumi dan tarif 5% untuk tanah yang dimiliki oleh bangsa lain.
Selain itu, Raffles juga mengeluarkan Surat Tanah sebagai suatu Sertifikat
Tanah Internasional bagi penduduk yang dikenal dengan nama girik dalam bahasa
Jawa. Ketika, pemerintahan Hindia Belanda kembali, timbul gagasan untuk mengenakan
pajak penghasilan. Pada tahu 1920-1921 sudah ada pajak penghasilan terhadap
hasil bumi atau hasil lahan penduduk. Isitlahnya dikenal dengan nama
Versponding Warde yang berupa pajak untuk kebun-kebun teh, kelapa, jati, dan
tembakau. Pengenaan tarifnya sebesar 7,5% dari hasil. Pada tahun 1934 sudah ada
Pajak Kendaraan Bermotor. Setelah itu, lahirlah jenis pajak-pajak yang lain
yang berkembang hingga zaman kemerdekaan hingga sekarang. Oleh karena itulah,
kita dapat menyebut bahwa PBB merupakan cikal bakal dari pajak di Indonesia.
Pajak
Bumi semula pelaksanaan pemungutannya dengan cara lama digunakan secara penuh. Kemudian
Pajak Bumi di wilayah negara Republik Indonesia dengan pusat pemerintahan di
Yogyakarta dihapus, sedangkan di wilayah federal Pajak Bumi terus berlaku. 1951
Pajak Bumi di negara Republik Indonesia dihapus, diganti dengan Undang-Undang
No.14 tahun 1951, yaitu Pajak Penghasilan atas Tanah Pertanian (PPTP).
UU
No.14 tahun 1951, melahirkan Jawatan Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah
Milik Indonesia (P3TMI). Tugasnya adalah melakukan pendaftaran atas tanah-tanah
milik adat yang ada di Indonesia. Namun karena P3TMI ini ternyata dianggap
hanya mengurus pendaftaran tanah saja, maka namanya diubah lagi menjadi Jawatan
Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI). Tugasnya yaitu menjadikan tugas yang
sama seperti yang diatas ditambah kewenangan untuk mengeluarkan Surat Pendaftaran
Sementara terhadap tanah milik yang sudah terdaftar.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU) No.11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil
Bumi telah ditetapkan menjadi Undang-Undang yaitu Undang-Undang No.1 Tahun
1961. Jawatan yang mengelola Pajak Hasil Bumi dirubah menjadi Direktorat Pajak
Hasil Bumi. Sesuai dengan SK Menteri Iuran Negara PMPPU 1-1-3 29 November 1965,
Direktorat Pajak Hasil Bumi diubah namanya menjadi Direktorat Iuran Pembangunan
daerah (DIT-IPEDA). Pajak Hasil Bumi (PHB) menjadi Iuran Pembangunan Daerah
(IPEDA). Pengenaan Iuran pembangunan daerah dilakukan terhadap tanahtanah di
pedesaan, perkotaan, perhutanan, perkebunan dan pertambangan.
Berdasarkan
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 telah diadakan Tax Reform yaitu diadakan
pembaruan dan penggantian atas peraturan perundang-undangan perpajakan yang
selama ini berlaku. Tax Reform tahun 1983 ini berlaku mulai tanggal 1 Januari
1984. Dengan adanya Tax Reform maka sistem perpajakan Indonesia berubah dari Oficial
Assesment menjadi Self assesment. Tax Reform 1983, melahirkan Undang-Undang
No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang ditetapkan pada tanggal
27 Desember 1985 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986. Pada tanggal 9
November 1994, telah disahkan Undang-undang No.12 tahun 1994; tentang Perubahan
atas Undang-undang No.12 Tahun 1985 tentang PBB, yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 1995.
2. Sumber
Penerimaan Negara
Ada
beberapa sumber penerimaan negara yakni seperti berasal dari, Perusahaan
Negara; Barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah; Denda- denda
dan rampasan-rampasan untuk kepentingan umum; Hak waris atas peninggalan harta terlantar
(Balai Harta Peninggalan); Hibah-hibah wasiat dan hibah lainnya; Iuran-iuran (pajak,
retribusi, sumbangan).
Menurut
UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pendapatan negara dan hibah
adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan
perpajakan,penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri
dan luar negeri.
a. Penerimaan
Perpajakan
Penerimaan
perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan
pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan
negara yang berasal dari pajak penghasilan,pajak pertambahan nilai barang dan
jasa,pajak penjualan atas barang mewah,pajak bumi dan bangunan bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan,cukai,dan pajak lainnya. Pajak perdagangan
internasional adalah semua penerimaan negara yyang berasal dari bea masuk dan
pajak/pungutan ekspor. hingga saat ini struktur pendapatan negara masih
didominasi oleh penerimaan perpajakan,teruttama penerimaan pajak dalam negeri
dari sektor nonmigas.
b. Penerimaan
Negara Bukan Pajak
Penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan yang diterima oleh negara
dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam,bagian pemerintah atas laba badan
usaha milik negara,serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. Sebagai salah
satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peran yang cukup penting dalam
menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN walaupun sangat rentan
terhadap perkembangan berbagai faktor eksternal. PNBP juga dipengaruhi oleh
perubahan indikator ekonomi makro,terutama nilai tukar dan harga minyak mentah
di pasar internasional. Hal ini terutama karena struktur PNBP masih didomiinasi
oleh penerimaan sumber daya alam (SDA), khususnya yang berasal dari penerimaan
minyak bumi dan gas alam (migas), yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan
nilai tukar rupiah,harga minyak mentah,dan tingkat lifting minyak.
c. Penerimaan
Hibah
Penerimaan hibah
adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri
serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. Penerimaan hibah
yang dicatat didalam APBN merupakan suumbangan atau donasi (grant) dari
negara-negara asing,lemaga/badan nasional,serta perorangan yang tidak ada
kewajiban untuk membayar kembali.Perkembangan penerimaan negara yang berasal
dari hbah ini dalam setiap tahun anggaran bergantung pada komitmen dan kesediaan
negara atau lembaga donatur dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah
Indonesia.
3. Iuran-iuran
(Pajak, Retribusi dan Sumbangan)
a. Pajak
Definisi pajak
menurut UU No. 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Soemitro
pajak adalah iuran rakyat ke kas negara berdasarkan undang-undang (dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrafrestasi) secara langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut mengandung beberapa pengertian, yaitu :
1) Kontribusi
wajib kepada Negara
a. Yang
berhak memungut adalah Negara
b. Kontribusi
berupa uang
2) Berdasarkan undang-undang
a. Pemungutan berdasarkan undang-undang dan
peraturan yang mengikatnya
b.
Pemungutan dapat dipaksakan
3) Tanpa imbalan secara langsung
Tidak dapat secara langsung
dinikmati/ditunjukkan imbalan pembayaran pajak dari masyarakat ke negara.
4) Digunakan
untuk membiayai RT Negara bagi kemakmuran masyarakat
Iuran digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara atau pembangunan yang bersifat untuk kemakmuran masyarakat.
b. Retribusi
Iuran yang
mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi (manfaatnya dirasakan
secara langsung) seperti pembayaran uang kuliah, karcis hiburan, karcis parkir
dan lain-lain.
Pengertian Pajak Daerah berdasarkan
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Distribusi Daerah, Retribusi
Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
c. Sumbangan
Iuran yang
diberikan seseorang dengan kontraprestasi dinikmati oleh kelompok tertentu,
seperti sumbangan bencana alam (gempa, banjir, kekeringan dan lain-lain).
4. Persamaan
dan Perbedaan Pajak, Retribusi dan Sumbangan
a. Persamaan
Pada dasarnya persamaan ketiga
jenis pungutan tersebut adalah sama-sama bentuk pungutan yang pemungutannya
dapat dipaksakan dan digunakan untuk tujuan kesejahteraan.
b. Perbedaan
Pajak
|
Retribusi
|
Sumbangan
|
|
Dasar Hukum
|
Undang-undang
|
Peraturan pemerintah,
peraturan menteri, atau pejabat negara yang lebih rendah
|
Pemerintah
daerah
|
Balas jasa
|
Tidak
langsung
|
Langsung
dan nyata kepada individu tersebut
|
Langsung
kepada golongan tertentu
|
Objek
|
Umum
(seperti penghasilan, kekayaan, laba
perusahaan
dan kendaraan).
|
orang-orang
tertentu yang menggunakan jasa
Pemerintah
|
golongan
tertentu.
|
Sifat
|
Dapat
dipaksakan (menurut UU). Jadi, wajib dibayar. Kalau tidak, maka akan
mendapatkan sanksi
|
Dapat
dipaksaan. Akan tetapi paksaannya bersifat ekonomis yang hanya berlaku kepada
orang-orang yang menggunakan jasa pemerintah.
|
Dapat
dipaksakan. Akan tetapi paksaan tersebut bukan untuk umum. Paksaan tersebut
hanya berlaku kepada golongan-golongan tertentu.
|
Lembaga
Pemungut
|
Pemerintah
pusat maupun daerah (negara).
|
Pemerintah
daerah.
|
Lembaga-lembaga
tertentu.
|
Tujuan
|
Kesejahteraan
untuk umum.
|
Kesejahteraan
untuk individu tersebut yang menggunakan jasa pemerintah.
|
Kesejahteraan
hanya untuk suatu golongan tertentu.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar