sebenarnya ai bikin makalah ini, saat dapet tugas mid semester dari dosen ai.. semoga bermanfaat..
:)
TUGAS
MAKALAH MID SEMESTER
KAPITA
SELEKTA POLITIK
PEMIKIRAN
HIZBUT TAHRIR SEBAGAI GERAKAN ISLAM
Dosen
Pengampu
Nasiwan
M.Si
Disusun
oleh:
Erni
Kuswulandari Suwarno
12401241003
PKnH
“A” 2012
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Merdeka!
Alhamdulillahirabbil’alamin.
Segala puji dan syukur saya panjatkan atas karunia Allah SWT sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas mid semester mata kuliah Kapita Selekta Politik yang
diampu oleh Bapak Nasiwan berupa makalah dengan judul Pemikiran Hizbut Tahrir
sebagai Gerakan Islam.
Dengan
terselesainya makalah ini penulis mengucapkan banyak terimakasih pada semua
pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini.
Ibarat
“tak ada gading yang tak retak” , penulis menyadari ada banyak sekali
kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Maka dari itu, kritik serta saran
yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, penulis
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Desember
2014
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang……………………………………………………………………….........4
Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………4
Tujuan……………………………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
Sejarah
Berdirinya Hizbut Tahrir………...………………………………………………..5
Pemikiran-Pemikian
Hizbut Tahrir……………………………………….…………….....6
Perkembangan
Hizbut Tahrir di Indonesia………………………….…………………...16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………………………19
Kritik
dan Saran………………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………20
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada
begitu banyak gerakan-garakan keagamaan di dunia terutama gerakan Islam. Dalam
ruang lingkup gerakan Islam pun beragam jumlahnya. Ada yang bersifat moderat
hingga ada pula yang bersifat radikal. Ada gerakan keagamaan Islam yang ruang
lingkupnya dari lokal, nasional bahkan internasional.
Di
dalam ranah nasional Indonesia, ada banyak gerakan keagamaan yang berkembang.
Untuk itu sangat penting untuk mempelajari gerakan keagamaan di Indonesia.
Salah satu gerakan keagamaan yang cukup berkembang pesat di Indonesia salah
satunya adalah Hizbut Tahrir. Dari kalangan masyarakat biasa, pemerintahan
bahkan di kalangan mahasiswa pun gerakan Hizbut Tahrir dengan baik tumbuh
dengan pesatnya dengan menghasilkan massa yang banyak.
Hizbut
Tahrir didirikan sebagai organisasi Islam yang bertujuan mengembalikan kaum
muslim untuk kembali taat ke hukum Islam, memperbaiki sistem perundangan dan
hukum negara yang dinilai kufur agar sesuai tuntunan syariat, serta membebaskan
dari gaya hidup dan pengaruh negara barat. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk
membangun kembali pemerintahan Khilafah Islamiyah di dunia, sehingga hukum
Islam dapat diberlakukan kembali.
Hizbut
Tahrir adalah sebuah partai politik trans-nasional (lintas negara). Oleh
karenanya hizbut tahrir bergerak dan beraktivitas di lebih dari 40 negara di 5
benua termasuk Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah berdirinya Hizbut Tahrir?
2. Bagaimana
pemikiran-pemikiran dari Hizbut Tahrir?
3. Bagaimana
perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui
sejarah berdirinya Hizbut Tahrir.
2. Memahami
pemikiran-pemikiran dari Hizbut Tahrir.
3. Mengetahui
perkembangan Hizbut Tahrir di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya Hizbut Tahrir
Strategi
utama gerakan Islam transnasional dalam usaha membuat umat Islam menjadi
radikal dank eras adalah dengan membentuk dan mendukung kelompok-kelompok local
sebagai kaki tangan “penyebar” ideology Wahabi/Salafi mereka, serta berusaha
meminggirkan dan memusnahkan bentuk-bentuk pengalaman Isslam yang lebih toleran
yang telah lebih lama ada dan dominan di berbagai belahan dunia muslim
(Abdurrahman Wahid, 2009: 41).
(Rosi
Selli, 2008: 31) Menurut John L. Esposito pada pertengahan abad ke-20, sejarah
Islam didominasi oleh dua tema yakni imperialism Eropa dan perjuangan untuk mencari
kemerdekaan dari penjajah. Merdekanya negeri-negeri muslim dari dunia Barat
pada akhirnya melahirkan kecenderungan-kecenderungan ideologis yang dapat
digolongkan ke dalam empat jenis. Pertama, tradisional Islami, kedua sekuler
nasionalis, ketiga reformis radikal Islami serta keempat yakni komunis.
Kecenderungan ideologis tersebut kemudian melahirkan gerakan-gerakan
sosial-politik Islam lahir di awal abad ke-20 adalah Ikhwanul Muslimin pada
1928 yang dipelopori Sayyid Hasan al-Bana di Mesir dengan motif yaitu menentang
segala bentuk penjajahan dan mengembalikan kehidupan bangsa Arab ke jalan yang
Islami.
Hizbut
Tahrir (HT) didirikan di Jerusalem Timur pada tahun 1953 oleh Taqiyuddin An-Nabhani
(1909-1977), seorang pakar hukum Islam dan aktivis politik. Ia belajar hukum
Islam di Universitas Al-Azhar di Kairo, dan setelah itu bekerja sebagai guru di
Madrasah, kepala juru tulis, lalu hakim di pengadilan agama di Palestina. Beberapa
penulis mengatakan ia adalah simpatisan, jika bukan anggota, dari Ikhwanul Muslimin
(IM), gerakan Islamis di Mesir yang didirikan tahun 1928. Kemungkinan besar ia
berinteraksi dengan pemikiran IM ketika menempuh pendidikan di Mesir, sebab
pengaruh IM dapat dilihat dalam pemikiran agama dan politiknya, khususnya
tentang ide kesempurnaan Islam serta Islam sebagai solusi dalam menghadapi
berbagai aspek, apakah itu politik, sosial, sosial, atau budaya. Di samping
itu, An-Nabhani juga terpengaruh oleh partai Bath sekuler yang mengusung
nasionalisme dan PanArabisme, namun mendasarkan pandangan politiknya kepada
Islam sebagai prinsip utama. Ia menyebut Hizbut Tahrir sebagai ‘partai politik
Islam’ ketimbang organisasi Islam. Hal ini diinspirasi oleh trend partai
politik Arab yang muncul tahun 1930-an. Dalam kaitan ini, Suha Taji-Farouki menganggap
An-Nabhani sebagai “seorang intelektual Arab yang pertama kali mengangkat gagasan
mengenai partai politik modern dengan menggunakan konstruk wacana Islam”. Pembentukan
HT nampaknya sebagai respon An-Nabhani terhadap kolonialisme Barat yang mengakibatkan
jatuhnya kekhilafaan Islam, pendudukan Palestina, serta terpecahnya
negara-negara Muslim Arab ke dalam sejumlah negara bangsa. Oleh karena itu,
perhatian utamanya adalah menyatukan negara Muslim Arab di bawah satu
pemerintahan Khilafah (Syamsul Rijal, 2010: 220).
Setelah
berkembang enam tahun di Jerussalem, Hizbut Tahrir kemudian mengembangkan
sayapnya ke wilayah lain dan dimulai mendirikan cabang di Libanon pada tanggal
19 Oktober 1959. Syekh Taqiyyuddin terus memegang kepemimpinan Dewan Pimpinan
Hizbut Tahrir sampai wafat. Kemudian kepemimpinan Hizbut Tahrir dipegang oleh
Syekh Abdul Qadithn Zullum. Pada tahun 2003, Syekh Abdul Qadim Zallum meninggal
dunia dan digantikan oleh Syekh A. Abu Rostah. Pergantian kepemimpian dalam
tubuh organisasi Hizbut Tahrir tidak membuat landasan serta konsepsi politik
mereka berubah. Hizbut Tahrir tetap menyerukan bahwa mereka didirikan dalam
rangka memenuhi seruan Allah SWT, yaitu: “(Dan) hendaklah ada di antara kalian
segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih
kebaikan, yaitu, memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang
dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (terjemahan Q.S. Ali
Imran:104)
Berdasarkan
pedoman dalam kutipan ayat al-Quran tersebut Hizbut Tahrir bermaksud
membangkitkan kembali umat Islam dari kemelut multidimensional yang melandanya.
Dengan itu mereka ingin membebaskan umat dari ide-ide, sistem-sistem
perundangan, dan hukum-hukum yang mereka anggap kufur, serta membebaskan
masyarakat dari dominasi dan pengaruh negara-negara Barat yang disebutnya
negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah
Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat
diberlakukan kembali (Rosi Selli, 2008:36) .
Hizbut
Tahrir berusaha untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam di kawasan
negeri-negeri Arab. Dari sanalah tujuan untuk melangsungkan kehidupan Islam di
seluruh dunia Islam —secara alami— akan tercapai, yaitu dengan jalan mendirikan
Daulah Islamiyah di satu atau beberapa wilayah sebagai titik sentral Islam dan
sebagai benih berdirinya Daulah Islamiyah yang besar yang akan mengembalikan
kehidupan Islam, dengan menerapkan Islam secara sempurna di seluruh
negeri-negeri Islam, serta
mengemban
dakwah Islam ke seluruh dunia (Taqiyuddin An-Nabhani, 2011, 21) .
B. Pemikiran Hizbut Tahrir
Berbeda
dengan kelompok Islam lainnya, HT mengumumkan dirinya sebagai kelompok politik,
bukan kelompok sosial, intelektual maupun spritual. Namun demikian, kelompok
ini tidak terlibat dalam pemilihan umum, sebab ia secara explisit menolak
demokrasi. HT melihat demokrasi sebagai sistem kufur, yang bertentangan secara
diametric dengan Islam. Bagi HT, Islam hanya mengenal Tuhan sebagai pembuat
hukum, bukan manusia yang memiliki keterbatasan. Karena itu HT menganggap haram
bagi umat Islam untuk mengadopsi demokrasi dan menyebarkannya. Sembari melawan
ide pemisahan agama dan negara, HT memaknai politik sebagai segala upaya untuk
perduli dan menjaga urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum dan solusi Islam.
Bagi HT, ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami, di
Darul Islam serta di dalam masyarakat Islam dimana seluruh aktivitas kehidupan
diatur sesuai dengan hukum-hukum syara, pandangan hidup yang akan menjadi pusat
perhatian adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu
Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Jadi, restorasi khilafah
menurut HT adalah suatu keharusan untuk meraih kembali kejayaan Islam (Syamsul
Rijal, 2010: 221).
Hizbut
Tahrir berpendapat, dakwah Islam harus dibangun atas dasar pembentukan
pemikiran dan wajib dikembangkan sebagai sebuah qiyadah fikriyah. Pemikiran
cemerlanglah (al-fikru al- mustanir) yang amat dibutuhkan dalam hidup ini. Dan
manusia akan bangkit di atas landasan tersebut, yaitu berupa suatu pemikiran
yang mampu memperlihatkan hakikat segala sesuatu sehingga dapat dipahami dengan
benar. Suatu pemikiran agar bisa menjadi pemikiran cemerlang (al-mustanir)
harus berupa pemikiran yang mendalam (al-‘amiq) (Taqiyuddin An-Nabhani, 2011,
23).
Setelah
melakukan kajian secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir telah memilih dan
menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
fikrah dan thariqah. Semua idea, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan
Hizbut Tahrir hanya berasal dari Islam. Tidak ada satupun yang bukan dari
Islam. Bahkan tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam. Hizbut
Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hakum
tersebut sesuai dengan perkara-perkara yang diperlukan dalam perjuangannya yaitu
untuk melaksanakan kembali kehidupan Islam serta mengembang dakwah Islam ke
seluruh penjuru dunia yaitu dengan mendirikan Daulah Khilafah dan mengangkat
seorang Khalifah.
Konsep Khilafah sebagai Pemikiran
Hizbut Tahrir
Struktur Daulah Khilafah
(Hizbut Tahrir, 2008:
14) Sistem Pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah
sistem Khilafah. Di dalam sistem Khilafah ini Khalifah diangkat melalui baiat
berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya untuk memerintah sesuai dengan
wahyu yang Allah turunkan. Dalil-dalil yang menunjukkan kenyataan ini sangat
banyak, diambil dari al-Kitab, as-Sunnah, dan Ijmak Sahabat. Seruan Allah SWT
kepada Rasul SAW . Untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai
dengan wahyu yang telah Allah turunkan juga merupakan seruan bagi umat Beliau.
Mafhum-nya adalah hendaknya kaum Muslim mewujudkan seorang hakim (penguasa)
setelah Rasulullah SAW. Untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai
dengan wahyu yang telah Allah turunkan. Perintah dalam seruan ini bersifat
tegas karena yang menjadi obyek seruan adalah wajib. Sebagaimana dalam
ketentuan ushul, ini merupakan indikasi yang menunjukkan makna yang tegas.
Hakim (penguasa) yang memutuskan perkara di tengah-tengah kaum Muslim setelah wafatnya
Rasulullah saw. Adalah Khalifah, sedangkan sistem pemerintahannya adalah sistem
Khilafah. Apalagi penegakan hukum-hukum hudûd dan seluruh ketentuan hukum
syariah adalah wajib. Kewajiban ini tidak akan terlaksana tanpa adanya penguasa/hakim,
sedangkan kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka
keberadaan sesuatu itu hukumnya menjadi wajib. Artinya, mewujudkan penguasa
yang menegakkan syariah hukumnya adalah wajib. Dalam hal ini, penguasa yang
dimaksud adalah Khalifah dan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah
(Hizbut Tahrir, 2008: 15).
Sistem Pemerintahan
Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di
seluruh dunia; baik dari segi asas yang mendasarinya; dari segi pemikiran,
pemahaman, maqayis (standar), dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai
urusan; dari segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk
diimplementasikan dan diterapkan; ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan
Daulah Islam sekaligus
yang membedakannya dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini. Hal
ini karena Sistem Pemerintahan Islam bukan sistem kerajaan, Sistem Pemerintahan
Islam juga bukan sistem imperium (kekaisaran), Sistem Pemerintahan Islam bukan
sistem federasi, Sistem Pemerintahan Islam bukan sistem epublic, Pemerintahan
dalam Islam juga tidak dengan model kabinet yang mana setiap departemen
memiliki kekuasaan, wewenang, dan anggaran yang terpisah satu sama lain. Serta Sistem
pemerintahan Islam bukan sistem demokrasi menurut pengertian hakiki demokrasi,
baik dari segi bahwa kekuasaan membuat hukum—menetapkan halal dan haram,terpuji
dan tercela—ada di tangan rakyat, maupun dari segi tidak adanya keterikatan
dengan hukum-hukum syariah dengan dalih kebebasan (Hizbut Tahrir, 2011: 20-25).
(Hizbut Tahrir, 2011:
29) Sesungguhnya struktur negara Khilafah berbeda dengan struktur semua sistem
yang dikenal di dunia saat ini, meski ada kemiripan dalam sebagian
penampakannya. Struktur negara Khilafah diambil (ditetapkan) dari struktur
negara yang ditegakkan oleh Rasulullah saw. Di Madinah setelah Beliau hijrah ke
Madinah dan mendirikan Daulah Islam di sana. Struktur negara Khilafah adalah
struktur yang telah dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin setelah Rasulullah saw. Wafat.
Dengan penelitian dan
pendalaman terhadap nash-nash yang berkaitan dengan struktur negara itu,
jelaslah bahwa struktur negara Khilafah dalam bidang pemerintahan dan
administrasinya adalah sebagai berikut:
a.
Khalifah
Khalifah adalah orang
yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan
hukumhukum syariah. Hal itu karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan
kekuasaan sebagai milik umat. Untuk itu diangkatlah seseorang yang melaksanakan
pemerintahan sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan
seluruh hukum syariah.
Sesungguhnya Khalifah itu diangkat oleh
kaum Muslim. Karena itu, realitasnya Khalifah adalah wakil umat dalam menjalankan
pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukumhukum syariah. Jadi, seseorang itu
tidak menjadi khalifah kecuali jika umat membaiatnya. Baiat umat kepada
Khalifah untuk menduduki jabatan Khilafah telah menjadikannya sebagai pihak yang
mewakili umat. Penyerahan jabatan Kekhilafahan kepada Khalifah dengan baiat itu
telah memberinya kekuasaan dan menjadikan umat wajib menaatinya (Hizbut Tahrir,
2008: 31).
Syarat-syarat
Khilafah
Dalam diri Khalifah
wajib terpenuhi tujuh syarat sehingga ia layak menduduki jabatan Khilafah dan
sah akad baiat kepadanya dalam Kekhilafahan. Tujuh syarat tersebut merupakan syarat
in‘iqad (syarat legal). Jika kurang satu syarat saja maka
akad kekhilafahannya tidak sah.
Pertama, Khalifah harus
seorang Muslim. Sama sekali tidak sah Khilafah diserahkan kepada orang kafir
dan tidak wajib pula menaatinya. Kedua, Khalifah harus seorang laki-laki.
Khalifah tidak boleh seorang perempuan, artinya ia harus laki-laki. Tidak sah
Khalifah seorang perempuan. Ketiga, Khalifah harus balig. Khalifah tidak boleh
orang yang belum balig. Keempat, Khalifah harus orang yang berakal. Orang gila
tidak sah menjadi khalifah. Kelima, Khalifah harus seorang yang adil. Orang
fasik tidak sah diangkat sebagai khalifah. Keenam, Khalifah harus orang
merdeka. Sebab, seorang hamba sahaya adalah milik tuannya sehingga ia tidak memiliki
kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri. Tentu saja ia lebih tidak memiliki
kewenangan untuk mengatur urusan orang lain, apalagi kewenangan untuk mengatur
urusan manusia. Ketujuh: Khalifah harus orang yang mampu. Khalifah haruslah
orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah Kekhilafahan. Sebab,
kemampuan ini merupakan keharusan yang dituntut dalam baiat. Orang yang lemah
tidak akan mampu menjalankan urusan-urusan rakyat sesuai dengan al-Kitab dan
as-Sunnah, yang berdasarkan keduanyalah ia dibaiat (Hizbut Tahrir, 2008: 35-40).
Amir
Sementara
(Hizbut Tahrir, 2008:
49) Khalifah, ketika merasa ajalnya sudah dekat menjelang
kekosongan jabatan kekhilafahan,
memiliki hak untuk menunjuk amir sementara untuk menangani urusan masyarakat
selama masa proses pengangkatan khalifah yang baru. Amir sementara itu memulai
tugasnya langsung setelah wafatnya Khalifah. Tugas pokoknya adalah
melangsungkan pemilihan khalifah yang baru
dalam jangka waktu tiga hari.
Amir sementara ini tidak boleh
mengadopsi (melegislasi) suatu hukum. Sebab, pengadopsian hukum itu adalah
bagian dari wewenang Khalifah yang dibaiat oleh umat. Demikian juga, amir
sementara itu tidak boleh mencalonkan diri untuk menduduki jabatan kekhilafahan
atau mendukung salah seorang calon yang ada. Sebab, Umar bin al-Khaththab telah
menunjuk amir sementara itu dari selain orang yang dicalonkan untuk menduduki
jabatan Kekhilafahan. Jabatan amir sementara itu berakhir dengan diangkatnya khalifah
yang baru. Sebab, tugasnya memang hanya sementara waktu untuk kepentingan
pengangkatan khalifah yang baru itu.
b.
Para
Mu’awin at-Tafwidh (Wuzara’ at-Tafwidh)
(Hizbut Tahrih, 2008:
90) Mu‘awin adalah pembantu yang telah diangkat oleh Khalifah untuk membantunya
dalam mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan.
Karena banyaknya tugas-tugas kekhilafahan, khususnya ketika wilayah negara
Khilafah menjadi semakin besar dan bertambah luas, Khalifah akan berat untuk
mengembannya seorang diri. Karena itu, ia membutuhkan orang yang dapat
membantunya dalam mengemban tanggung jawab kekhilafahan dan melaksanakan tugas-tugas
kekhilafahan itu. Penyebutan para Mu‘awin dengan sebutan Wuzara’ tanpa disertai
pembatasan adalah tidak boleh agar pengertian Wazir (Mu‘awin) dalam Islam tidak
rancu dengan pengertiannya dalam berbagai sistem pemerintahan kontemporer yang
berdiri di atas asas demokrasi kapitalis-sekularis atau sistem-sistem lain yang
dapat kita saksikan saat ini.
Wazir at-Tafwidh atau
Mu‘awin at-Tafwidh adalah Wazir yang ditunjuk Khalifah untuk bersama-sama
mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Dalam hal ini, Khalifah
mendelegasikan kepadanya pengaturan berbagai urusan menurut pendapatnya dan
melaksanakannya berdasarkan ijtihadnya sesuai dengan ketentuan hukum-hukum
syariah. Dengan demikian, Khalifah telah memberinya wewenang secara umum dan
posisi untuk mewakili Khalifah.
Syarat-syarat
Mu‘awin at-Tafwidh
Syarat-syarat untuk
menjadi Mu‘awin at-Tafwidh adalah sama dengan syarat-syarat untuk menjadi
khalifah. Artinya, ia harus seorang laki-laki, merdeka, balig, berakal, mampu
dan termasuk di antara orang yang memiliki kemampuan dalam
semua tugas yang diwakilkan kepadanya.
c.
Wuzara’
at-Tanfidz
Wazir at-Tanfidz adalah
wazir yang ditunjuk oleh Khalifah sebagai pembantunya dalam implementasi
kebijakan, dalam menyertai Khalifah, dan dalam menunaikan kebijakan Khalifah.
Wazir at-Tanfidz merupakan penghubung Khalifah dengan struktur dan aparatur
negara, rakyat, dan pihak luar negeri. Ia bertugas menyampaikan
kebijakan-kebijakan Khalifah kepada mereka dan menyampaikan informasi dari
mereka kepada Khalifah. Sebab, Wazir at-Tanfidz ditunjuk sebagai pembantu
Khalifah dalam pelaksanaan berbagai urusan, bukan sebagai penanggung jawab dan
bukan pula sebagai orang yang diserahi wewenang atas berbagai urusan tersebut.
Tugasnya adalah tugas administrasi, bukan tugas pemerintahan. Departemennya
merupakan lembaga pelaksana yang melaksanakan berbagai kebijakan yang dikeluarkan
oleh Khalifah kepada instansi-instansi dalam negeri dan luar negeri, di samping
menyampaikan informasi-informasi dari berbagai instansi itu. Dia merupakan
penghubung Khalifah dengan struktur negara dan aparat yang lain; menyampaikan kebijakan
dari Khalifah kepada bawahannya dan menyampaikan informasi dari bawahan
Khalifah kepada Khalifah.
d.
Para
Wali
(Hizbut Tahrir, 2008:
119) Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat
pemerintah) untuk suatu wilayah (propinsi) serta menjadi amir (pemimpin)
wilayah itu. Negeri yang diperintah oleh Negara (Khilafah) dibagi dalam
beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilâyah. Setiap wilayah dibagi dalam
beberapa bagian dan setiap bagian disebut ‘imâlah. Setiap orang yang memimpin
wilayah disebut walî atau amîr dan orang yang memimpin ‘imalah disebut ‘amil
atau hakim. Setiap ‘imalah dibagi dalam beberapa bagian administratif. Setiap
bagian itu disebut qashabah (kota). Setiap qashabah dibagi dalam beberapa
bagian administratif yang lebih kecil; masingmasing bagian itu disebut dengan hayyu
(kampung/desa). Orang yang mengurusi qashabah atau hayyu masing-masing disebut mudîr
dan tugasnya adalah tugas administrasi.
Para wali adalah para
penguasa (hukam) karena wewenangnya dalam hal ini adalah wewenang pemerintahan.
Di dalam Qamûs al-Muhith dinyatakan: Wa Waliya asy-syay’a wa waliya ‘alayhi
wilayah wa walayah adalah mashdar (gerund).
Wilayah adalah al-khuththah (jalan), al-imarah (kepemimpinan), dan assulthan
(kekuasaan). Karena para wali adalah penguasa, maka mereka harus memenuhi
syarat-syarat sebagai penguasa, yaitu: harus seorang laki-laki, merdeka,
Muslim, balig, berakal, adil, dan termasuk orang yang memiliki kemampuan.
Jabatan wali memerlukan adanya pengangkatan dari Khalifah atau orang yang
mewakili Khalifah dalam melaksanakan pengangkatan itu. Wali tidak
diangkat kecuali oleh Khalifah. Dasar
adanya jabatan imarah atau wilâyah, yakni para wali atau amir, adalah aktivitas
Rasulullah saw., karena Beliau telah mengangkat para wali untuk berbagai
negeri. Beliau menetapkan bagi mereka hak
memutuskan persengketaan. Beliau telah
mengangkat Muadz bin Jabal menjadi wali di wilayah Janad, Ziyad bin Walid di
wilayah Hadhramaut, dan Abu Musa al-‘Asy‘ari di wilayah Zabid dan ‘Adn.
e.
Amir
al-Jihad
(Hizbut Tahrir, 2008:
129) Jihad adalah perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Perang
itu sendiri memerlukan adanya pasukan dan apa saja yang menjadi keharusannya,
baik berupa persiapan maupun pembentukan formasi kepemimpinannya serta formasi batalion
tempur, para komandan, dan tentaranya. Perang juga memerlukan latihan,
pembekalan, dan logistik. Pasukan harus memiliki persenjataan. Persenjataan
mengharuskan adanya industri. Karena itu, industri termasuk hal yang dibutuhkan
oleh militer maupun jihad. Hal inilah yang mengharuskan agar seluruh industri
yang ada di seluruh wilayah negara dibangun
berdasarkan asas
industri perang/militer. Demikian juga, stabilitas kondisi dalam negeri akan menopang
kemampuan dan kekuatan pasukan di dalam peperangan. Jika kondisi dalam negeri
tidak aman dan tidak stabil, hal itu akan menyibukkan pasukan militer untuk menstabilkan
kondisi dalam negeri terlebih dulu sebelum berangkat berjihad. Seandainya
pasukan militer telah berangkat berjihad, sementara keamanan di dalam negeri
terganggu setelah pasukan keluar berangkat berjihad, hal itu akan melemahkan kemampuan
pasukan militer dalam melanjutkan peperangan.
f.
Keamanan
Dalam Negeri
(Hizbut Tahrir, 2008:
132) Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas, “Sesungguhnya Qais bin
Saad di hadapan Rasulullah saw. adalah berposisi sebagai amir kepolisian.” Qais
di sini adalah Qais bin Saad bin Ubadah al-Anshari al-Khazraji. Imam
at-Tirmidzi juga telah menuturkan riwayat: Qais bin Saad telah diangkat oleh
Nabi saw. dalam posisi sebagai amir kepolisian. Al-Anshari berkata, “Yakni
orang yang mengurusi urusan-urusan kepolisian.” Ibn Hibban menerjemahkan hadis
tersebut, ia berkata, “Yakni menjaga Nabi saw. dari perbuatan kaum musyrik di
Majelis Beliau jika kaum musyrik itu menemui Beliau.”
(Hizbut Tahrir, 2008:
153) Departemen Keamanan Dalam Negeri merupakan departemen yang mengurusi
segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan
keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana
utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri
berhak menggunakan satuan kepolisian kapan pun dan seperti yang diinginkannya.
Perintah departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan
menuntut untuk meminta bantuan pasukan, maka departemen ini wajib menyampaikan
perkara tersebut kepada Khalifah. Khalifah berhak memerintahkan pasukan untuk
membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer
untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan, atau
perkara lain menurut pandangan Khalifah. Khalifah juga berhak menolak
permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri itu dan memerintahkannya agar mencukupkan
diri dengan satuan kepolisian saja.
g.
Urusan
Luar Negeri
Negeri yang berkaitan
dengan hubungan negara Khilafah dengan negara-negara asing, apapun jenis
perkara dan bentuk hubungan luar negeri itu; baik perkara yang berkaitan dengan
aspek politik dan turunannya—seperti perjanjian, kesepakatan damai, gencatan
senjata, pelaksanaan berbagai perundingan, tukar menukar duta, pengiriman
berbagai utusan dan delegasi, serta pendirian berbagai kedutaan dan
konsulat—ataupun perkara yang berkaitan dengan aspek ekonomi, pertanian,
perdagangan, pos, telekomunikasi, komunikasi nirkabel dan satelit, dan lain sebagainya.
Semua perkara tersebut diurusi oleh Departemen Luar Negeri karena semua itu
menjadi kepentingan hubungan negara Khilafah dengan negara-negara lain (Hizbut
Tahrir, 2008: 170).
h.
Industri
(Hizbut Tahrir, 2008:
133) Rasulullah saw. sesungguhnya pernah memerintahkan pendirian industri
manjaniq (senjata pelontar) dan dababah (semacam tank dari kayu). Al-Baihaqi
telah menyebutkan riwayat dalam Sunan al-Bayhaqi dari Abu Ubaidah ra. yang
berkata, Kemudian Rasulullah saw. mengepung penduduk Thaif dan menggempurnya
dengan manjaniq selama lima belas hari ....”
Perindustrian militer
merupakan wewenang dan tanggung jawab Khalifah. Khalifah boleh meminta orang
yang ia kehendaki untuk membangun dan mengatur industri militer itu. Industri
militer tersebut tidak memerlukan adanya seorang amir. Akan tetapi, yang
diperlukan adalah mudir (direktur, yakni orang yang mengelolanya).
Mengurusi semua masalah
yang berhubungan dengan perindustrian, baik yang berhubungan dengan industri
berat seperti industri mesin dan peralatan, pembuatan dan perakitan alat
transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb), industri bahan mentah dan industri
elektronik, maupun yang berhubungan dengan industri ringan; baik industri itu
berupa pabrik-pabrik yang menjadi milik umum maupun pabrik-pabrik yang menjadi milik
pribadi, yang memiliki hubungan dengan industri-industri militer (peperangan).
Industri dengan berbagai jenisnya itu semuanya harus dibangun dengan berpijak
pada politik perang. Sebab, jihad dan perang memerlukan pasukan, sementara pasukan,
agar mampu berperang, harus memiliki persenjataan. Agar persenjataan itu
terpenuhi bagi pasukan secara memadai hingga pada tingkat yang optimal tentu
harus ada industri persenjataan di dalam negeri, khususnya industri perang,
karena hubungannya yang begitu kuat dengan jihad (Hizbut Tahrir, 2008: 172). Agar
Daulah memiliki kontrol atas semua masalah perang dan militer serta jauh dari
pengaruh negara lain dalam masalah tersebut, Daulah harus mendirikan industri
persenjataannya sendiri dan mampu mengembangkan persenjataan sendiri. Dengan
begitu, Daulah akan tetap memiliki kendali atas dirinya sendiri untuk
mengukuhkan kekuatannya. Daulah juga harus sanggup memiliki dan menguasai
persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun, bagaimanapun bentuk
dan tingginya kecanggihan dan perkembangan persenjataan itu. Dengan begitu,
semua bentuk dan tingkat kecanggihan persenjataan yang dibutuhkan Daulah dapat
dikuasai hingga akhirnya bisa menggentarkan musuh-musuh Daulah, baik musuh yang
nyata maupun musuh laten.
i.
Peradilan
(Hizbut Tahrir, 2008:
177) Menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas
menyelesaikan perselisihan di antara anggota masyarakat, mencegah hal-hal yang dapat
membahayakan hak-hak jamaah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara
rakyat dan seseorang yang duduk dalam struktur pemerintahan; baik ia seorang
penguasa atau pegawai negeri, Khalifah ataupun selain Khalifah.
j.
Mashalih
an-Nas (Kemaslahatan Umum)
Kepentingan masyarakat
ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit yang didirikan untuk
menjalankan urusan-urusan negara dan memenuhi kepentingan-kepentingan
masyarakat tersebut. Untuk setiap departemen diangkat seorang direktur jenderal.
Untuk setiap jawatan diangkat seorang direktur yang mengurusi manajemennya dan
ia bertanggung jawab secara langsung terhadap jawatan tersebut. Para direktur
itu bertanggung jawab kepada orang yang memimpin departemen, jawatan, atau unit
mereka yang lebih tinggi dari sisi pertanggungjawaban pelaksanaan tugas-tugas
mereka. Mereka juga bertanggung jawab kepada wali dan amil dari sisi
pertanggungjawaban terhadap keterikatan mereka dengan hukum-hukum syariah dan
peraturanperaturan secara umum (Hizbut Tahrir, 2008: 212). Rasulullah saw.
secara langsung mengatur departemendepartemen. Beliau juga menunjuk para
penulis untuk mengatur departemen-departemen itu. Rasulullah saw. secara
langsung mengatur berbagai kepentingan masyarakat di Madinah. Beliau juga
secara langsung memelihara urusan-urusan mereka, mengatasi berbagai
permasalahan mereka, mengatur berbagai interaksi mereka, menjamin
kebutuhan-kebutuhan mereka, serta mengarahkan mereka pada sesuatu yang
menjadikan urusan mereka semakin baik. Semua ini termasuk dari perkara-perkara administratif
yang memudahkan kehidupan mereka tanpa banyak problem dan kerumitan.
k.
Baitul
Mal
Baitul Mal digunakan
untuk menyebut tempat penyimpanan berbagai pemasukan negara dan sekaligus
menjadi tempat pengeluarannya. Baitul Mal juga digunakan untuk menyebut lembaga
yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum Muslim. Baitul
Mal merupakan institusi tersendiri yang mandiri dari institusi negara yang
lain. Baitul Mal berada di bawah Khalifah sebagaimana institusi negara yang
lain (Hizbut Tahrir, 2008: 225). Pada masa Khulafaur Rasyidin, tempat
penyimpanan harta itu akhirnya disebut dengan Baitul Mal. Orang yang memiliki
wewenang untuk mengelola pemasukan dan pembelanjaan Baitul Mal adalah Khalifah.
l.
Lembaga
Informasi (Penerangan)
(Hizbut Tahrir, 2008:
240) Mengurusi kepentingan masyarakat. Akan tetapi, posisinya berhubungan
langsung dengan Khalifah sebagai instansi yang mandiri. Keadaannya sama seperti
keadaaan instansi-instansi yang lain di dalam negara Khilafah. Adanya strategi
informasi yang spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan
membekas akan mampu menggerakkan akal manusia agar mangarahkan pandangannya pada
Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Hal itu juga akan
memudahkan upaya menggabungkan negeri-negeri Islam menjadi bagian integral dari
Daulah Khilafah. Apalagi banyak perkara informasi yang memiliki kaitan sangat kuat
dengan negara yang menjadikan informasi itu tidak boleh disebarkan tanpa
perintah Khalifah. Hal itu tampak jelas dalam perkara-perkara yang berhubungan
dengan urusan-urusan militer dan yang terkait dengan militer seperti pergerakan
pasukan, beritakemenangan dan kekalahan dalam perang, dan industri-industri militer.
Informasi-informasi jenis demikian wajib dihubungkan dengan Khalifah secara
langsung untuk menetapkan informasi apa yang wajib ditutupi dan informasi apa
yang wajib disebarkan dan diumumkan.
Strategi
Pengaturan Informasi oleh Negara
Negara akan mengeluarkan undang-undang
yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi
sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan
kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; juga dalam
rangka membangun masyarakat islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan
terikat dengan tali agama Allah SWT, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di
dalam masyarakat islami tersebut. Di dalam masyarakat islami tidak ada tempat
bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak; juga tidak ada tempat bagi
berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat islami akan
membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan itu, akan memurnikan
dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah, Tuhan semesta alam
(Hizbut Tahrir, 2008: 246).
m.
Majelis
umat (Syura dan Muhasabah)
(Hizbut Tahrir, 2008: 247)
Sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/ nasihat mereka
dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah
(mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintahan (al-Hukkam). Keberadaan
majelis ini diambil dari aktivitas Rasul saw. yang sering meminta pendapat/ bermusyawarah
dengan beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Anshar yang mewakili kaum mereka.
Hal ini juga diambil dari perlakuan khusus Rasulullah saw. terhadap orang-orang
tertentu di antara para Sahabat Beliau untuk meminta masukan dari mereka.
Beliau lebih sering merujuk kepada mereka yang diperlakukan khusus itu dalam
mengambil pendapat (dibandingkan dengan merujuk kepada Sahabat-sahabat
lainnya).
C. Perkembangan Hizbut Tahrir di
Indonesia
Gerakan
yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia, adalah Hizbut Tahrir. Hizbut
Tahrir sebetulnya adalah nama gerakan atau harakah Islamiyyah di Palestina dan
bukan sebuah aliran, atau lembaga strudi ilmiyah, atau lembaga sosial. Mereka
hanyalah organisasi politik yang berideologi Islam dan berjuang untuk
membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan, membebaskan umat dari
ide-ide dan undang-undang kufur, membebaskan mereka dari cengkeraman-cengkeraman
dominasi negara-negara kafir dan mendirikan kembali sistem khilafah dan
menegakkan hukum Allah dalam realita kehidupan (Nur Hidayat Muhammad, 2012).
(Syamsul
Rijal, 2010: 221) HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) adalah gerakan Islam radikal
berbasis transnasional dengan orientasi politik yang unik. Pola eksperimentasi
pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia dalam konteks politik di Tanah Air,
menyisakan persoalan bagi konsep "Negara Kebangsaan" dalam bingkai "Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)". Pergulatan hegemoni tidak dapat
dihindari ketika dalam pandangan politik Hizbut Tahrir terdapat upaya untuk
mengganti sistem yang sedang berlaku tersebut. Pola pergerakan Islam-politik
ini pada gilirannya memunculkan respon tersendiri bagi kalangan aktifis
pergerakan di Indonesia, dalam menyikapi pergeseran wacana Islamisme dari teologis-religius
menuju praksis ideologis-politis. Pergulatan pemikiran dalam penelitian ini
merangsang interpretasi lebih jauh terhadap perjuangan penerapan syariat Islam
di Indonesia, yang bagi Hizbut Tahrir harus dimulai dari penegakan kembali
sistem khilafat Islam, sebagai sebuah doktrin perjuangan yang telah mereka
gariskan (Hendra Kurniawan, Tesis http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74013).
Di
sinyalir ide-ide Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia sejak 1972 dan berkembang
secara lamban dari halaqah-halaqah. Dan menjadi intensif ketika Abdurahman
Albagdadi, seorang aktivis Hizbut Tahrir dari Australia menetap di Bogor pada
sekitar 1982-1983. Tujuan al baghdadi awalnya semata untuk membantu mengajar di
pesantren Al Ghazali Bogor. Nah, saat itulah, Abdurahman Albagdadi mulai
berinteraksi dengan para aktivis masjid kampus dari Mesjid Al-Ghifari, IPB
Bogor. Dari sini para aktivis kampus inilah yang mulai menyebarkan gagasan HT.
Melalui jaringan LDK sampai menyebar ke kampus-kampus di luar Bogor. Hasil
didikan Al baghdadi diantaranya adalah Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir
Indonesia. Di Indonesia Hizbut Tahrir kini berkembang cukup pesat. Bahkan
Indonesia telah menjadi simpul gerakan Hizbut Tahrir di Asia Tenggara. Perlu di
ketahui, metode perjuangan yang di pakai Hizbut Tahrir melalui 3 tahap
kaderisasi, sosialisasi dan merebut kekuasaan. Saat ini Hizbut Tahrir Indonesia
sedang berada dalam tahap konsolidasi (marhalah tafa'ul ma'a al ummah). Namun
Thalabun Nusrah (mencari dukungan, pertolongan) sebagai salah satu ciri
perjuangan HTI tahap kedua, sedang di praktekkan di Indonesia. Mendekati
politisi, pemegang kekuasaan, militer, tokoh agama dalam rangka melancarkan
coup de etat damai (revolusi damai). Di gelarnya konferensi khilafah di
berbagai daerah termasuk di Jakarta sebagai aksi show of force (unjuk kekuatan)
di Indonesia. Organisasi ini memproklamirkan diri sebagai partai politik yang
berideologi Islam namun menolak bergabung dengan sistem yang ada. Penolakan ini
merupakan bentuk baku dari HT internasional. Bagi Hizbut Tahrir ideologi yang
benar adalah yang di kontruksi dari Islam. Dan bentuk negara yang senapas
dengan Islam, menurut Hizbut Tahrir hanyalah Daulah Khilafah Islamiyah. Meski
dalam jangka panjang HTI bercita-cita mewujudkan imperium Islam dalam kerangka
Daulah Khilafah Islamiyah. Sejauh ini HTI menggunakan ideologi itu sebatas
sebagai paradigma kritik. Meskipun demikian perkembangannya harus di waspadai
karena HTI memiliki agresivitas dalam rekruitmen dan propaganda. Apalagi dalam
sejarahnya Hizbut Tahrir juga pernah terlibat KUDETA di negara-negara timur
tengah. Hizbut Tahrir pernah melakukan penyusupan ketubuh Militer Yordania pada
tahun 1969 dalam upaya menggulingkan kekuasaan (kudeta) Raja Husen. Sehingga
sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai
sekarang Hizbut Tahrir masih menjadi organisasi terlarang di Yordania. Hal yang
sama dilakukan pada tahun 1971. Penyusupan ke tubuh militer oleh Hizbut Tahrir
juga dilakukan di Irak pada tahun 1972. Usaha kudeta ini mengalami kegagalan. Sejumlah
upaya kudeta dan pembunuhan politik di Mesir, Jordania, Tunisia, dan beberapa
negara Timur Tengah lainnya pada dekade 1970-an. ditengarai melibatkan aktivis
Hizbut Tahrir. Kudeta di Mesir tahun 1974 yang melibatkan Salih Sirriyah dan
pembunuhan Anwar Saddat 1984, diduga melibatkan aktivis Hizbut Tahrir.
Kegagalan berturut-turut dalam sejumlah perebutan kekuasaan tersebut
menyebabkan perkembangan gerakan HT semakin menurun di Timur tengah. Namun,
Hizbut Tahrir tampaknya bersikukuh dengan garis politiknya untuk bergerak.
Metode perjuangan tidak boleh dikompromikan. Situasi Hizbut Tahrir di timur
tengah yang bergerak secara underground berbeda dengan Hizbut Tahrir di
Indonesia yang bergerak secara leluasa. Saat ini, sasaran 'dakwah' HTI adalah
masjid-masjid di sekolah, rumah sakit, kampus, bahkan masjid jami' kabupaten. Hizbut
Tahrir memang tidak merubah tatacara ibadah di masjid tersebut, tapi
menginfiltrasi dengan ide-ide 'makar' terhadap NKRI (http://www.muslimedianews.com/2014/08/kuliah-on-twitter-penyebaran-hizbut.html,
diunduh pada 22 Desember 2014 pukul 09.25 WIB).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berbeda dengan kelompok Islam lainnya,
HT mengumumkan dirinya sebagai kelompok politik, bukan kelompok sosial,
intelektual maupun spritual. Namun demikian, kelompok ini tidak terlibat dalam
pemilihan umum, sebab ia secara explisit menolak demokrasi. HT melihat
demokrasi sebagai sistem kufur, yang bertentangan secara diametric dengan
Islam. Bagi HT, Islam hanya mengenal Tuhan sebagai pembuat hukum, bukan manusia
yang memiliki keterbatasan. Karena itu HT menganggap haram bagi umat Islam
untuk mengadopsi demokrasi dan menyebarkannya. Sembari melawan ide pemisahan
agama dan negara, HT memaknai politik sebagai segala upaya untuk perduli dan
menjaga urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum dan solusi Islam. Bagi HT,
ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami, di Darul Islam
serta di dalam masyarakat Islam dimana seluruh aktivitas kehidupan diatur
sesuai dengan hukum-hukum syara, pandangan hidup yang akan menjadi pusat
perhatian adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu
Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang khalifah. Jadi, restorasi khilafah
menurut HT adalah suatu keharusan untuk meraih kembali kejayaan Islam
B.
Kritik
dan Saran
Ibarat tak ada gading yang tak retak,
tentunya makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman
Wahid (Editor). 2009. Ilusi Negara Islam Eskspansi Gerakan Islam Transnasional
di Indonesia. Jakarta: PT. Desantara Utama Media.
Hendra
Kurniawan. Tesis S2. Realitas gerakan hizbut tahrir di indonesia: wacana
hegemonik dan praksis ideologi (studi pemikiran islamisme timur tengah dalam
peta gerakan fundamentalisme islam-politik di Indonesia). Perpustakaan
Universitas Indonesia. Deskripsi Dokumen:
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74013.
Hizbut
Tahrir. 2011. Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi). Jakarta
Selatan: HTI Press.
Nur
Hidayat Muhammad. 2012. Benteng Ahlussunnah Wal Jama’ah (Menolak Faham Salafi,
Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir Dan LDII). Kediri: Nasyrul Ilmi.
Rosi
Selli. 2008. Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Perspektif
Pemikiran Hizbut Tahrir. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Syamsul
Rijal. 2010. Radikalisme Islam Klasik dan Kontemporer: Mmbanding Khawarij dan
Hizbut Tahrir. Banjarmasin: Al-fikr.
Taqiyuddin
An-Nabhani. 2011. Mafahim Hizbut Tahrir. Jakarta Selatan: Hizbut Tahrir
Indonesia. Cetakan ke-6. (penerjemah: Abdullah)
http://www.muslimedianews.com/2014/08/kuliah-on-twitter-penyebaran-hizbut.html, diunduh pada
22 Desember 2014 pukul 09.25 WIB